Sabtu, 21 Maret 2009

KISAH PEDAGANG SALAK

Teman-teman, kali ini saya posting anekdot tentang kisah pedagang salak. Anekdot ini kiriman dari teman saya Angga. Trims sobat.

Alkisah ada seorang pedagang salak yang sedang berjualan di taman kota. Taman yang dipenuhi dengan bunga-bunga indah yang mahal-mahal harganya. Saat itu si pedagang sedang kebelet pipis, tapi tempat itu jauh dari kamar mandi atau WC. Berhubung sudah ndak bisa menahan pipisnya, dia akhirnya pipis di situ. Tanpa disadari disitu ada tulisan, “Dilarang Kencing Disini !! Atau denda menanti anda !!”
Setelah selesai menuangkan rasa kebeletnya, tiba-tiba datang seorang Satpam yang langsung memukul pantat si pedagang.

Satpam : "Kamu ini gimana, ndak bisa baca ya? Ndak thu apa kalo bunga disini mahal-mahal harganya? Enak aja kamu kencingi sembarangan."
Pdgng Salak : "Maaf pak. Saya tidak tahu, abis sudah kepepet pak."
Satpam : "Sekarang kamu harus bayar denda, Rp. 2.000.000"
Pgdng Salak : "Waduh pak, damai saja ya pak. Hari ini saja dagangan saya belum laku. Salak saya itu pun kalo dijual harganya tidak sampai segitu. Kasihan anak istri saya di rumah pak......." (dengan wajah memelas).


Akhirnya pak Satpam luluh juga, tapi karena demi melaksanakan tugas maka si pedagang diberi sanksi juga.
Satpam : "Sekarang begini saja, kamu tidak saya denda, tapi kamu tetap harus menerima hukuman."
Pdgng Salak : "Apa itu pak ?"
Satpam : "Kamu harus memasukkan 3 buah salah ke dalam ...... anus kamu !"
Pdng Salak : "Waduh, mana mungkin pak, kan pasti sakit banget."
Satpam : "Ya udah, kalau begitu kamu bayar denda saja !!"

Karena tidak punya pilihan lain, maka si pedagang akhirnya mau juga menerima sanksi dari pak satpam.
Awalnya dia memilih salak yang paling kecil, dengan pelan-pelan dia masukkan buah salak itu ke duburnya. Hahahaha......... sambil meringis akhirnya masuk juga tuh salak.
Satpam : "Gimana, enak??? Ayo terus !! cepat !!!"

Lalu si pedagang mengambil salak yang kedua, kali ini agak besar karena sudah tidak ada yang kecil. Dengan muka merah padam menahan sakit dia memasukkan salak yang kedua. (bayangkan buah salak yang banyak durinya, hihihi.......... ngeri).
Pdgng Salak : "Udah ya pak, 2 saja ..... sakit pak."
Satpam : "Boleh, tapi brarti kamu memilih denda yach ??"

Karena sudah kepalang tanggung, akhirnya di pedagang mengambil salak yang ketiga. Kali ini besar karena salaknya tinggal yang besar-besar. Dengan perlahan tapi pasti akhirnya dia memasukkan buah itu juga. Tapi anehnya, begitu selesai memasukkan salak yang terakhir, si pedagang justru tertawa terbahak-bahak. Tentu saja pak satpam heran.
Satpam : "Kamu ko malah tertawa, apa tidak sakit dengan salak yang besar itu ??"
Pgdng Salak : (sambil terus tertawa) "Lihat itu pak ............. Amir si pedagang durian juga pipis ditempat itu. Trus gimana sanksinya pak ???? ...................... hahahahahahahaha"

Selasa, 10 Maret 2009

HANTU JEMPOL

Cerita ini dari penuturan teman saya. Kisah tentang HANTU JEMPOL alias ibu jari. Alkisah, ada seorang pemuda yang suka kebut-kebutan kalau sedang mengendarai motor. Pepatah mengatakan, sepandai-pandainya tupai meloncat pasti akan jatuh juga. Tak pelak, si pemuda itu meski jago ngebut akhirnya mengalami kecelakaan juga. Korban wafat seketika setelah motor yang dikendarainya melaju di jalan raya dengan kecepatan tinggi bertubrukan dengan bis kota. Saya tidak tahu persis kondisi fisik korban, tapi konon hancur lebur. Kecelakaan itu sempat memacetkan arus lalulintas beberapa saat. Polisi dibantu oleh warga segera mengevakuasi korban. Setelah melalui otopsi, jenasah dikebumikan oleh keluarganya. Nah, cerita HANTU JEMPOL lahir setelah pemakaman tersebut.


Setelah malam ketiga, beredar issu ada hantu jempol bergentayangan. Mulanya hantu itu menampakkan diri di sekitar TKP. Tetapi kemudian hantu itu meneror seluruh kota. Beberapa paranormal mengatakan bahwa hantu jempol itu adalah bagian tubuh dari korban tabrakan yang ketika dimakamkan bagian ibu jari masih tertinggal di tempat terjadinya kecelakaan. Menurut data hasil otopsi memang dinyatakan bahwa ibu jari kanan korban tidak ditemukan.

Semula teman saya itu tidak percaya kalau di jaman moderen ini masih ada hantu gentayangan di tengah kota. Suatu malam, ia merasa pintu kamar kostnya ada yang mengetuk. "Siapa sih malam-malam begini iseng," pikirnya. Ketika ia membuka pintu itu, ternyata tidak ada siapa-siapa di sana. Kembali ia tutup pintu itu. Tidak selang lama, pintu kembali diketuk. Bergegas ia membuka. Pikirnya, kalau ada yang iseng pasti langsung kepergok. Tetapi ternyata tidak ada siapa-siapa. "Aneh..." katanya dalam hati. Pintu kembali ditutup.

Sekali lagi, setelah pintu ditutup, ketukan kembali terdengar. Bulu-bulu kuduk teman saya itu mulai berdiri. Ada perasaan aneh mencekam pikirannya. Pelan-pelan ia membuka pintu sekali lagi. Dan... ternyata yang ada sepotong ibu jari melayang-layang. "Wah... ini dia hantu jempol itu..." katanya dalam hati. Ia mencoba melawan rasa takut yang menggelayut dalam benaknya. Mulailah dia mengucapkan doa-doa dengan khusuk. Tetapi hantu itu masih saja tidak bergeming. Bahkan terlihat bertambah besar. Semakin keras teman saya itu mengucapkan doa-doanya, maka semakin besar jempol itu terlihat. Ia mulai frustrasi. Diambilah sebuah sapu di balik pintu untuk menghalau hantu itu. Tetapi hantu itu menghindar. Bahkan balik menyerang. Saking kehabisan akal, teman saya itu menghardik spontan. "Hai jempol...!!! Kau pikir aku takut..!!!" katanya sambil mengacungkan jari kelingking. Melihat acungan jari kelingking, si jempol itu sontak lari terbirit-birit....

Rabu, 04 Maret 2009

CALEG IDEAL

Ini adalah sebuah anekdot tentang caleg ideal kita. Doni, setamat kuliah jurusan bahasa dan sastra daerah lontang-lantung tak punya pekerjaan. Dia tidak mau disebut pengangguran. Katanya, dia adalah jurnalis sekaligus aktivis LSM. Apa nama lembaganya, dia juga tidak mau menyebutkan. Kalau didesak, dia bilang "saya ini tenaga freelancer... aktivis volunteer...". Entahlah, yang jelas di kampung dia satu-satunya yang berlabel sarjana S1. Maklum, anak seorang pedagang sapi.


Belakangan poster foto-fotonya banyak terpampang di sudut-sudut jalanan. Dia menjadi calon legislatif DPRD-II. Gerilya kampanye dilakukannya dengan sangat gigih. Caleg dengan nomor urut 99 dari partai baru yang namanya samar-samar ini mengklaim sebagai "caleg ideal". Bersama itu terdengar dagangan sapi ayahnya laku keras. Mungkin ada hubungan logis ketenaran anak dengan bisnis orang tua? Belakangan terdengar ternyata sapi-sapi itu dijual dengan harga murah. Uangnya dipakai untuk membeli 'sapi-sapi ideal' yang diharapkan mampu mengangkut 'Sang Caleg Ideal' ke rumah legislatif.

Seorang pengamat politik dari kampung Doni berkomentar. "Doni ini memang caleg ideal."
Ketika dikonfirmasi lebih lanjut maksud label 'ideal' tersebut, sang pengamat tidak memberi keterangan. Mungkin yang dimaksudkan kata 'ideal' antonim dari kata 'real'...? Entahlah.....

Senin, 02 Maret 2009

KE DUKUN AJA

Slamet merasa bosan menjadi tukang sapu jalanan. "Syam, aku bosan kerja begini terus..." Katanya pada rekannya, Syamsul.

"Emangnya kamu mau kerja apa...?" Tanya Syamsul.

"Nggak tau...." jawabnya hampa. "Tapi aku bener-bener bosan... Kapan kita bisa kaya kalo seumur hidup cuma kerja begini terus...?!"


"Ya nggak bakalan lah..." jawab Syamsul, "tapi biar begini kan yang penting halal, Met..."

"Ada nggak yang bisa bikin kita kaya dengan mudah, biar nggak halal yang penting nggak melanggar hukum...?"

"Ada, Met... Ke dukun aja..." Jawab Syamsul.

"Kamu tau di mana dukun itu, Syam..."

"Ya aku tau, besok aku antar kalo kamu mau..."

Keesokan harinya mereka mendatangi dukun tersebut. Dalam sebuah rumah yang lebih mirip sebuah gubuk reot, dukun itu menerima kedua tamunya.

"Kok sendirian, Mbah..." tanya Slamet pada dukun itu.

"Iya, aku hidup sebatang kara tidak punya apa-apa..." jawabnya. "Sebenarnya maksud kedatangan kalian kesini ada kepentingan apa...?" Dukun itu balik bertanya.

"Gini...Mbah...," Slamet menjawab, "saya itu kan orang miskin.... trus minta tolong pada Mbah untuk merubah nasib saya menjadi orang kaya... bisa apa tidak ya, Mbah...?"

"Ya, apapun bisa saya lakukan..." jawabnya.

"Sebelumnya saya mau tanya, Mbah.... Kenapa kok Anda tidak mau kaya...?" tanya Slamet, "bukankah kaya itu menyenangkan...?"

"Kalau saya bisa, saya pasti lakukan dari dulu...!" jawab dukun itu.